Seseorang yang pernah belajar di Amerika menceritakan kisah unik ini kepada saya. Ada salah seorang muslim yang hidup di Amerika, setiap hari pergi ke super market dan membeli semua kebutuhan. Sewaktu di meja kasir yang kebetulan adalah seorang wanita- dia meletakkan uangnya diatas meja dan tidak menyerahkannya ke tangan wanita tersebut. Hal itu terjadi berulang kali pada kasir yang sama. Hal ini membuatnya berpikir, apakah ada yang salah pada dirinya sehingga orang itu tidak mau menyentuh tangannya? Atau apa?
Dia terus merasa heran dan berpikir setiap kali mengalami kejadian itu, sampai akhirnya dia memutuskan untuk bertanya kepada pembeli tersebut.
Suatu hari dia mengikuti orang tersebut dan menghentikannya untuk bertanya, “Mengapa anda meletakkan uang diatas meja dan tidak menaruhnya di tangan saya?” Dengan bangga orang itu menjawab, “Karena kami muslim. Agama kami menyuruh memperlakukan wanita sepeti permata yang sangat berharga.Yaitu permata yang tidak boleh disentuh oleh siapapun selain pemiliknya. Seandainya permata-permata itu berpindah tangan, niscaya ia akan kehilangan nilainya.” Jawabannya membuat wanita itu kagum terhadap agama ini dan dia memutuskan untuk mengenal lebih jauh tentang Islam. Alhamdulillah, wanita itu akhirnya masuk islam berkat beberapa kalimat dan kejadian sederhana, tetapi mengandung makna yang sangat agung.
Demikianlah saudaraku,
Sebuah tindakan yang sederhana tetapi mengandung pelajaran yang berharga. Sebuah sikap memuliakan wanita. Tekadang sebuah tindakan dan perbuatan sederhana yang mencerminkan prilaku islami mampu memberi hidayah kepada orang lain.
Kepada saudari-saudariku,
Semoga engkau menjadi permata yang berkilauan. Yang tidak mudah disentuh kecuali oleh yang berhak. Yang menyadari kemuliannya. Yang menundukkan pandangannya, memelihara auratnya. Yang teguh menjaga kehormatan dan kesuciannya.
Saya bermohon kepada Allah agar kita mendapatkan pertolongan dari Allah untuk melaksanakan apa yang dicintai dan diridai-Nya. Amin.
Ahmad Bin Ismail Khan
Sumber cerita: Mausu'atul qashal mu'atsirah, Ahmad Salim Baduwailan, 2007
0 comments:
Posting Komentar