Assalamulaikum Wr Wb, "Selamat Datang di Blog Kumpulan Kisah-Kisah Inspiratif,Give Inspiration, Motivation and Enlightenment, Untaian kisah yang menginspirasi dan membangkitkan semangat dikala lemah,Selamat Meyelami Kedalaman Samudera Kisah-Kisah yang Penuh Makna"

Rabu, 13 Februari 2013

Bibit-bibit Penghafal Quran di Negeri Barat

Suatu saat, seseorang mengetuk pintu rumah kami. Begitu pintu saya buka, ternyata seorang gadis kecil. Kira-kira 11 tahunan. Namanya…, saat itu saya lupa. Ia menyodorkan sebuah tas kantong plastik. Tampaknya berisi pisang dan entah apa. Setelah saya tanya dari mana, ia menunjuk ke seberang jalan. Di sana berdiri seorang pria berjenggot tebal mengenakan surban. Tampaknya ia baru saja turun dari mobil. Kepada saya pria itu melambaikan tangan. Sedangkan gadis di depan saya, beberapa saat sebelum sempat saya tanya-tanyai lagi, langsung berlari ke arah pria tadi dan masuk rumahnya. Pria itu segera menyusul masuk.

Keesokan harinya, saya menunggu kesempatan sampai pria yang kemarin sore itu keluar rumah. Begitu dia keluar hendak masuk mobil, saya pun keluar rumah dan berjalan ke arahnya. Kami pun saling memperkenalkan diri. Ternyata Mahmood namanya. Kira-kira 45 tahunan. Kami bertukar tanya tentang asal-usul, sewajarnya orang baru kenal. Akhirnya bukan basa-basi lagi, saya jadi senang bercerita karena begitu ramahnya ia.

Di saat berikutnya, saya merasakan dia dan keluarganya memperhatikan kami. Belum sempat kami membalas atas kirimannya tempo hari, Mahmood memberi sesuatu lagi kepada kami. Berhubungan dengan makanan. Selain itu, ia sering memasukkan ke jadwal salat lewat di pintu rumah kami. Karenanya kami berusaha membalas kebaikan-kebaikannya. Di waktu berikutnya kami pun membuat masakan Indonesia sebagai “jawaban” atas ajakan mempererat silaturahmi.

Atas semua hal itu, saya mulai memperhatikan hal-hal yang tampak dari keluarga tetangga yang baik ini. Berasal dari Pakistan, Mahmood tinggal di negara kerajaan ini sejak 27 tahun yang lalu. Dari istrinya yang selalu mengenakan cadar, lahirlah tiga putri dan putranya. Gadis kecil tempo hari itu ternyata anak keempat. Kami biasa memanggilnya Maniba. Kakaknya, Rasyid, yang masih usia SMP, kira-kira tujuh bulan yang lalu, diajak oleh Mahmood ke Pakistan. Di sana ia dimasukkan ke sekolah asrama (semacam pesantren). Dua bulan yang lalu ketika saya tanya tentang putranya yang di Pakistan, Mahmood menjawab, “Alhamdulillah, dia baik-baik saja. Kini ia mengikuti program menghafal Quran. Alhamdulillah ia sudah menghafal 6 juz.”

Mahmood menambahkan, bahwa ia berkeinginan agar suatu saat Rasyid mengkhatamkan hafalan Qurannya dan kemudian bisa studi ke Mekah atau Madinah. Ia juga menginginkan putranya yang paling kecil mengikuti jejak kakaknya, meskipun tidak harus ke Pakistan. Adeel, nama si bungsu yang masih 8 tahun, kini telah menamatkan hafalan juz 30 di madresah yang diikutinya setiap sore hari.

Sampai di sini, cerita ini saya geser sedikit ke soal madresah. Setiap jam setengah lima sore, saya melihat Mahmood atau istrinya, mengantar putra-putrinya yang masih pergi ke madresah. Saya lihat, tetangga-tetangga yang lain juga sama. Di sore hari, sepulang dari sekolah, mereka di antar oleh ibu atau bapaknya untuk belajar lagi. Di tempat inilah mereka sehari-hari secara informal memperoleh pelbagai pengajaran tentang keislaman, mulai dari aqidah, ibadah, cara membaca Quran hingga bimbingan hafalan Quran.

Yang disebut terakhir ini, rupanya menjadi program favorit di tiap-tiap madresah yang pernah saya jumpai. Sekadar informasi, di Inggris, khususnya kota Birmingham yang populasi muslimnya cukup besar ini, banyak berdiri madresah. Sebagai institusi pendidikan yang bersifat informal, madresah menjadi alternatif untuk menutupi kekurangan ajaran keislaman yang hal itu tidak tersedia dalam kurikulum sekolah. Yang mengelola adalah – mereka biasa menyebut – para maulana. Karena begitu banyaknya madresah, bisa dibayangkan, potensi-potensi penghafal Quran semacam Rasyid dan Adeel ini banyak bermunculan di kerajaan yang menganut Katholik Anglikan ini.

Suatu saat kami mengajak anak-anak jalan-jalan ke sebuah taman yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggal kami. Di arena playground saya memperhatikan seorang bapak muda sedang ndolani anaknya. Kanzul, nama bapak dua anak asal Bangladesh ini, tampak dengan bangganya menunjuk kepada anak pertamanya yang masih berumur 12 tahun dan telah mengkhatamkan hafalan Quran. Rupanya ia tidak saja menyekolahkan anaknya ke madresah, tetapi juga memanggil guru private ke rumahnya, demi meningkatkan .

Karena kami berminat memasukkan anak kami ke madresah, tetangga sebelah kanan mengajak saya untuk datang ke madresah tempat anaknya belajar. Setelah bertemu sang Maulana (belakangan saya kenal bernama Umar dan dia senang ketika beberapa bulan lalu sempat mengunjungi Malaysia, Singapore, dan Indonesia), ternyata kelasnya sudah penuh.

Sempat terpikir oleh saya, apakah program semacam ini tidak terlalu membebani sang anak. Namun kekhawatiran saya tidak terlalu beralasan, jika melihat keceriaan di wajah mereka sehari-hari. Terlebih mereka masih mempunyai kesempatan bermain. Di musim panas terutama, anak-anak ini biasa main di rumah dan menjadi teman bagi anak-anak kami. Di saat mereka bermain saya kerap mengajak berbincang-bincang tentang berbagai macam termasuk aktivitas mereka sehari-hari.

Dari mereka saya melihat sebuah harapan. Munculnya bibit-bibit ataupun permata yang akan meramaikan dunia dengan kalimat-kalimat Qurani. Dari sebuah negeri yang dikenal sekular. Insya Allah.


Bragg Road, 00.00 – 12.02.2013

Ditulis oleh Mohammad Rozi dipublis di kompasiana, link: http://edukasi.kompasiana.com/2013/02/12/bibit-bibit-penghafal-quran-di-negeri-barat-527723.html
Read more »

Senin, 11 Februari 2013

Apakah Anak-ku harus rangking 1?




Si Ranking 23 : “Aku ingin menjadi orang yang bertepuk tangan di tepi jalan”

Di kelasnya terdapat 50 orang murid, setiap kali ujian, anak perempuanku tetap mendapat ranking ke-23. Lambat laun membuat dia mendapatkan nama panggilan dengan nomor ini, dia juga menjadi murid kualitas menengah yang sesungguhnya. Sebagai orangtua, kami merasa nama panggilan ini kurang enak didengar,namun ternyata anak kami menerimanya dengan senang hati.

Suamiku mengeluhkan ke padaku, setiap kali ada kegiatan di perusahaannya atau pertemuan alumni sekolahnya, setiap orang selalu memuji-muji “Superman cilik” di rumah masing-masing, sedangkan dia hanya bisa menjadi pendengar saja. Anak keluarga orang, bukan saja memiliki nilai sekolah yang menonjol, juga memiliki banyak keahlian khusus. Sedangkan anak kami rangking nomor 23 dan tidak memiliki sesuatu pun untuk ditonjolkan. Dari itu, setiap kali suamiku menonton penampilan anak-anak berbakat luar biasa dalam acara televisi, timbul keirian dalam hatinya sampai matanya begitu bersinar-sinar.

Kemudian ketika dia membaca sebuah berita tentang seorang anak berusia 9 tahun yang masuk perguruan tinggi, dia bertanya dengan hati kepada anak kami: “Anakku, kenapa kamu tidak terlahir sebagai anak dengan kepandaian luar biasa?” Anak kami menjawab: “Itu karena ayah juga bukan seorang ayah dengan kepandaian yang luar biasa”. Suamiku menjadi tidak bisa berkata apa-apa lagi, saya tanpa tertahankan tertawa sendiri.

Pada pertengahan musim, semua sanak keluarga berkumpul bersama untuk merayakannya, sehingga memenuhi satu ruangan besar di sebuah restoran. Topik pembicaraan semua orang perlahan-lahan mulai beralih kepada anak masing-masing. Dalam kemeriahan suasana, anak-anak ditanyakan apakah cita-cita mereka di masa mendatang? Ada yang menjawab akan menjadi pemain piano, bintang film atau politikus, tiada seorang pun yang terlihat takut mengutarakannya di depan orang banyak, bahkan anak perempuan berusia 4½ tahun juga menyatakan bahwa kelak akan menjadi seorang pembawa acara di televisi, semua orang bertepuk tangan mendengarnya.

Anak perempuan kami yang berusia 15 tahun terlihat sangat sibuk sekali sedang membantu anak-anak kecil lainnya makan. Semua orang mendadak teringat kalau hanya dia yang belum mengutarakan cita-citanya kelak. Di bawah desakan orang banyak, akhirnya dia menjawab dengan sungguh-sungguh: Kelak ketika aku dewasa, cita-cita pertamaku adalah menjadi seorang guru TK, memandu anak-anak menyanyi, menari lalu bermain-main. Demi menunjukkan kesopanan, semua orang tetap memberikan pujian, kemudian menanyakan akan cita-cita keduanya. Dia menjawab dengan besar hati: “Saya ingin menjadi seorang ibu, mengenakan kain celemek bergambar Doraemon dan memasak di dapur, kemudian membacakan cerita untuk anak-anakku dan membawa mereka ke teras rumah untuk melihat bintang”. Semua sanak keluarga tertegun dibuatnya, saling pandang tanpa tahu akan berkata apa lagi. Raut muka suamiku menjadi canggung sekali.

Sepulangnya kami kembali ke rumah, suamiku mengeluhkan ke padaku, apakah aku akan membiarkan anak perempuan kami kelak menjadi guru TK?

Apakah kami tetap akan membiarkannya menjadi murid kualitas menengah?

Sebetulnya, kami juga telah berusaha banyak. Demi meningkatkan nilai sekolahnya, kami pernah mencarikan guru les pribadi dan mendaftarkannya di tempat bimbingan belajar, juga membelikan berbagai materi belajar untuknya.
Anak kami juga sangat penurut, dia tidak lagi membaca komik lagi, tidak ikut kelas origami lagi, tidur bermalas-malasan di akhir minggu tidak dilakukan lagi.
Bagai seekor burung kecil yang kelelahan, dia ikut les belajar sambung menyambung, buku pelajaran dan buku latihan dikerjakan terus tanpa henti. Namun biar bagaimana pun dia tetap seorang anak-anak, tubuhnya tidak bisa bertahan lagi dan terserang flu berat. Biar sedang diinfus dan terbaring di ranjang, dia tetap bersikeras mengerjakan tugas pelajaran, akhirnya dia terserang radang paru-paru. Setelah sembuh, wajahnya terlihat semakin kurus. Akan tetapi ternyata hasil ujian semesternya membuat kami tidak tahu mau tertawa atau menangis, tetap saja rangking 23. Kemudian, kami juga mencoba untuk memberikan penambah gizi dan rangsangan hadiah, setelah berulang-ulang menjalaninya, ternyata wajah anak perempuanku kondisinya semakin pucat saja.

Apalagi, setiap kali akan menghadapi ujian, dia mulai tidak bisa makan dan tidak bisa tidur, terus mencucurkan keringat dingin, terakhir hasil ujiannya malah menjadi nomor 33 yang mengejutkan kami. Aku dan suamiku secara diam-diam melepaskan aksi tekanan, dan membantunya tumbuh normal.

Dia kembali pada jam belajar dan istirahatnya yang normal, kami mengembalikan haknya untuk membaca komik, mengijinkannya untuk berlangganan majalah “Humor anak-anak” dan sejenisnya, sehingga rumah kami menjadi tenteram damai kembali. Kami memang sangat sayang pada anak kami ini, namun kami sungguh tidak memahami akan nilai sekolahnya.

Pada akhir minggu, teman-teman sekerja pergi rekreasi bersama. Semua orang mempersiapkan lauk terbaik dari masing-masing, dengan membawa serta suami dan anak untuk piknik. Sepanjang perjalanan penuh dengan tawa dan guyonan, ada anak yang bernyanyi, ada juga yang memperagakan karya seni pendek.

Anak kami tiada keahlian khusus, hanya terus bertepuk tangan dengan sangat gembira.

Dia sering kali lari ke belakang untuk mengawasi bahan makanan. Merapikan kembali kotak makanan yang terlihat sedikit miring, mengetatkan tutup botol yang longgar atau mengelap wadah sayuran yang bocor ke luar. Dia sibuk sekali bagaikan seorang pengurus rumah tangga cilik.

Ketika makan terjadi satu kejadian di luar dugaan. Ada dua orang anak lelaki, satunya adalah bakat matematika, satunya lagi adalah ahli bahasa Inggris. Kedua anak ini secara bersamaan berebut sebuah kue beras yang di atas piring, tiada seorang pun yang mau melepaskannya, juga tidak mau saling membaginya. Walau banyak makanan enak terus dihidangkan, mereka sama sekali tidak mau peduli. Orang dewasa terus membujuk mereka, namun tidak ada hasilnya. Terakhir anak kami yang menyelesaikan masalah sulit ini dengan cara yang sederhana yaitu lempar koin untuk menentukan siapa yang menang.

Ketika pulang, jalanan macet dan anak-anak mulai terlihat gelisah. Anakku membuat guyonan dan terus membuat orang-orang semobil tertawa tanpa henti. Tangannya juga tidak pernah berhenti, dia mengguntingkan banyak bentuk binatang kecil dari kotak bekas tempat makanan, membuat anak-anak ini terus memberi pujian. Sampai ketika turun dari mobil bus, setiap orang mendapatkan guntingan kertas hewan shio-nya masing-masing.

Ketika mendengar anak-anak terus berterima kasih, tanpa tertahankan pada wajah suamiku timbul senyum bangga.

Selepas ujian semester, aku menerima telpon dari wali kelas anakku.

Pertama-tama mendapatkan kabar kalau nilai sekolah anakku tetap kualitas menengah. Namun dia mengatakan ada satu hal aneh yang hendak diberitahukannya, hal yang pertama kali ditemukannya selama lebih dari 30 tahun mengajar.
Dalam ujian bahasa ada sebuah soal tambahan, yaitu siapa teman sekelas yang paling kamu kagumi dan alasannya.

Selain anakku, semua teman sekelasnya menuliskan nama anakku.

Alasannya pun sangat beragam : antusias membantu orang, sangat memegang janji, tidak mudah marah, enak berteman, dan lain-lain, paling banyak ditulis adalah optimis dan humoris.

Wali kelasnya mengatakan banyak usul agar dia dijadikan ketua kelas saja.

Dia memberi pujian: “Anak anda ini, walau nilai sekolahnya biasa-biasa saja, namun kalau bertingkah laku terhadap orang, benar-benar nomor satu”.

Saya bercanda pada anakku, kamu sudah mau jadi pahlawan. Anakku yang sedang merajut selendang leher terlebih menundukkan kepalanya dan berpikir sebentar, dia lalu menjawab dengan sungguh-sungguh: “Guru pernah mengatakan sebuah pepatah, ketika pahlawan lewat, harus ada orang yang bertepuk tangan di tepi jalan.”

Dia pun pelan-pelan melanjutkan: “Ibu, aku tidak mau jadi Pahlawan aku mau jadi orang yang bertepuk tangan di tepi jalan.” Aku terkejut mendengarnya dan mengamatinya dengan seksama.

Dia tetap diam sambil merajut benang wolnya, benang warna merah muda dipilinnya bolak balik di jarum, sepertinya waktu yang berjalan di tangannya mengeluarkan kuncup bunga.

Dalam hatiku pun terasa hangat seketika.

Pada ketika itu, hatiku tergugah oleh anak perempuan yang tidak ingin menjadi pahlawan ini. Di dunia ini ada berapa banyak orang yang bercita-cita ingin menjadi seorang pahlawan, namun akhirnya menjadi seorang biasa di dunia fana ini.
Jika berada dalam kondisi sehat, jika hidup dengan bahagia, jika tidak ada rasa bersalah dalam hati, mengapa anak-anak kita tidak boleh menjadi seorang biasa yang baik hati dan jujur.

Jika anakku besar nanti, dia pasti menjadi seorang isteri yang berbudi luhur, seorang ibu yang lemah lembut, bahkan menjadi seorang teman kerja yang gemar membantu, tetangga yang ramah dan baik.

Apalagi dia mendapatkan ranking 23 dari 50 orang murid di kelasnya, kenapa kami masih tidak merasa senang dan tidak merasa puas?

Masih ingin dirinya lebih hebat dari orang lain dan lebih menonjol lagi?

Lalu bagaimana dengan sisa 27 orang anak-anak di belakang anakku? Jika kami adalah orangtua mereka, bagaimana perasaan kami?

Anakmu bukan milikmu.
Mereka putra putri sang Hidup yang rindu pada diri sendiri,
Lewat engkau mereka lahir, namun tidak dari engkau,
Mereka ada padamu, tapi bukan hakmu.
Berikan mereka kasih sayangmu, tapi jangan sodorkan bentuk pikiranmu,
Sebab mereka ada alam pikiran tersendiri.
Patut kau berikan rumah untuk raganya,
Tapi tidak untuk jiwanya,
Sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan, yang tiada dapat kau kunjungi meski dalam mimpi.
Kau boleh berusaha menyerupai mereka,
Namun jangan membuat mereka menyerupaimu
Sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur,
Pun tidak tenggelam di masa lampau.
Kaulah busur, dan anak-anakmulah Anak panah yang meluncur.
Sang Pemanah Maha Tahu sasaran bidikan keabadian.
Dia merentangmu dengan kekuasaan-Nya,
Hingga anak panah itu melesat, jauh serta cepat.
Meliuklah dengan suka cita dalam rentangan tangan Sang Pemanah,
Sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat
Sebagaimana pula dikasihiNya busur yang mantap.

- Khalil Gibran

Kisah ini juga di tulis di beberapa milis.

Sumber: http://annasahmad.wordpress.com/2012/02/07/rangking-satu/
Read more »

Jumat, 06 Januari 2012

Kisah Yang Menyentuh Hati-Keteguhan Seorang Gadis Kecil






Saat aku mengandung putriku, Afnan, ayahku melihat sebuah mimpi di dalam tidurnya. Ia melihat banyak buruk pipit yang terbang di angkasa. Di antara burung-burung tersebut terdapat seekor merpati putih yang sangat cantik, terbang jauh meninggi ke langit. Maka aku bertanya kepada ayah tentang tafsir dari mimpi tersebut. Maka ia mengabarkan kepadaku bahwa burung-burung pipit tersebut adalah anak-anakku, dan sesungguhnya aku akan melahirkan seorang gadis yang bertakwa. Ia tidak menyempurnakan tafsirnya, sementara akupun tidak meminta tafsir tentang takwil mimpi tersebut.


Setelah itu aku melahirkan putriku, Afnan. Ternyata dia benar-benar seorang gadis yang bertakwa. Aku melihatnya sebagai seorang wanita yang shalihah sejak kecil. Dia tidak pernah mau mengenakan celana, tidak juga mengenakan pakaian pendek, dia akan menolak dengan keras, padahal dia masih kecil. Jika aku mengenakan rok pendek padanya, maka ia mengenakan celana panjang di balik rok tersebut.

Afnan senantiasa menjauh dari segenap perkara yang membuat murka Allah. Setelah dia menduduki kelas 4 SD, dia semakin menjauh dari segenap perkara yang membuat murka Allah. Dia menolak pergi ke tempat-tempat permainan, atau ke pesta-pesta walimah. Dia adalah seorang gadis yang berpegang teguh dengan agamanya, sangat cemburu di atasnya, menjaga shalat-shalatnya, dan sunnah-sunnahnya.Tatkala dia sampai SMP mulailah dia berdakwah kepada agama Allah. Dia tidak pernah melihat sebuah kemungkaran kecuali dia mengingkarinya, dan memerintah kepada yang ma'ruf dan senantiasa menjaga hijabnya.

Permulaan dakwahnya kepada agama Allah adalah permulaan masuk Islamnya pembantu kami yang berkebangsaan Srilangka.

Tatkala aku mengandung putraku, Abdullah, aku terpaksa mempekerjakan seorang pembantu untuk merawatnya saat kepergianku, karena aku adalah seorang karyawan. Ia beragama Nashrani. Setelah Afnan mengetahui bahwa pembantu tersebut tidak muslimah, dia marah dan mendatangiku seraya berkata: "Wahai ummi, bagaimana dia akan menyentuh pakaian-pakaian kita, mencuci piring-piring kita, dan merawat adikku, sementara dia adalah wanita kafir?! Aku siap meninggalkan sekolah, dan melayani kalian selama 24 jam, dan jangan menjadikan wanita kafir sebagai pembantu kita!!"

Aku tidak memperdulikannya, karena memang kebutuhanku terhadap pembantu tersebut amat mendesak. Hanya dua bulan setelah itu, pembantu tersebut mendatangiku dengan penuh kegembiraan seraya berkata: "Mama aku sekarang menjadi seorang muslimah, karena jasa Afnan yang terus mendakwahiku. Dia telah mengajarkan kepadaku tentang Islam." Maka akupun sangat bergembira mendengar kabar baik ini.

Saat Afnan duduk di kelas 3 SMP, pamannya memintanya hadir dalam pesta pernikahannya. Dia memaksa Afnan untuk hadir, jika tidak maka dia tidak akan ridha kepadanya sepanjang hidupnya. Akhirnya Afnan menyetujui permintaannya setelah ia mendesak dengan sangat, dan juga karena Afnan sangat mencintai pamannya tersebut.

Afnan bersiap untuk mendatangi pernikahan itu. Dia mengenakan sebuah gaun yang menutupi seluruh tubuhnya. Dia adalah seorang gadis yang sangat cantik. Setiap orang yang melihatnya akan terkagum-kagum dengan kecantikannya. Semua orang kagum dan bertanya-tanya, siapa gadis ini? Mengapa engkau menyembunyikannya dari kami selama ini?

Setelah menghadiri pernikahan pamannya, Afnan terserang kanker tanpa kami ketahui. Dia merasakan sakit yang teramat sakit pada kakinya. Dia menyembunyikan rasa sakit tersebut dan berkata: "Sakit ringan di kakiku." Sebulan setelah itu dia menjadi pincang, saat kami bertanya kepadanya, dia menjawab: "Sakit ringan, akan segera hilang insya Allah." Setelah itu dia tidak mampu lagi berjalan. Kamipun membawanya ke rumah sakit.

Selesailah pemeriksaan dan diagnosa yang sudah semestinya. Di dalam salah satu ruangan di rumah sakit tersebut, sang dokter berkebangsaan Turki mengumpulkanku, ayahnya, dan pamannya. Hadir pula pada saat itu seorang penerjemah, dan seorang perawat yang bukan muslim. Sementara Afnan berbaring di atas ranjang.

Dokter mengabarkan kepada kami bahwa Afnan terserang kanker di kakinya, dan dia akan memberikan 3 suntikan kimiawi yang akan merontokkan seluruh rambut dan alisnya. Akupun terkejut dengan kabar ini. Kami duduk menangis. Adapun Afnan, saat dia mengetahui kabar tersebut dia sangat bergembira dan berkata "Alhamdulillah... alhamdulillah... alhamdulillah." Akupun mendekatkan dia di dadaku sementara aku dalam keadaan menangis. Dia berkata: "Wahai ummi, alhamdulillah, musibah ini hanya menimpaku, bukan menimpa agamaku."

Diapun bertahmid memuji Allah dengan suara keras, sementara semua orang melihat kepadanya dengan tercengang!!

Aku merasa diriku kecil, sementara aku melihat gadis kecilku ini dengan kekuatan imannya dan aku dengan kelemahan imanku. Setiap orang yang bersama kami sangat terkesan dengan kejadian ini dan kekuatan imannya. Adapun penerjemah dan para perawat, merekapun menyatakan keislamannya!!

Berikutnya adalah perjalanan dia untuk berobat dan berdakwah kepada Allah.

Sebelum Afnan memulai pengobatan dengan bahan-bahan kimia, pamannya meminta akan menghadirkan gunting untuk memotong rambutnya sebelum rontok karena pengobatan. Diapun menolak dengan keras. Aku mencoba untuk memberinya pengertian agar memenuhi keinginan pamannya, akan tetapi dia menolak dan bersikukuh seraya berkata: "Aku tidak ingin terhalangi dari pahala bergugurannya setiap helai rambut dari kepalaku."

Kami (aku, suami dan Afnan) pergi untuk pertama kalinya ke Amerika dengan pesawat terbang. Saat kami sampai di sana, kami disambut oleh seorang dokter wanita Amerika yang sebelumnya pernah bekerja di Saudi selama 15 tahun. Dia bisa berbicara bahasa Arab. Saat Afnan melihatnya, dia bertanya kepadanya: "Apakah engkau seorang muslimah?" Dia menjawab: "Tidak."

Afnanpun meminta kepadanya untuk mau pergi bersamanya menuju ke sebuah kamar kosong. Dokter wanita itupun membawanya ke salah satu ruangan. Setelah itu dokter wanita itu kemudian mendatangiku sementara kedua matanya telah terpenuhi linangan air mata. Dia mengatakan bahwa sesungguhnya sejak 15 tahun dia di Saudi, tidak pernah seorangpun mengajaknya kepada Islam. dan di sini datang seorang gadis kecil yang mendakwahinya. Akhirnya dia masuk Islam melalui tangannya.

Di Amerika, mereka mengabarkan bahwa tidak ada obat baginya kecuali mengamputasi kakinya,karena dikhawatirkan kanker tersebut akan menyebar sampai ke paru-paru dan akan memarikannya akan tetapi Afnan sama sekali tidak takut terhadap amputasi, yang dia khawatirkan adalah perasaan kedua orangtuanya.

Pada suatu hari Afnan berbicara dengan salah satu temanku melalui Messenger. Afnan bertanya kepadanya: "Bagaimana menurut pendapatmu, apakah aku akan menyetujui mereka untuk mengamputasi kakiku?" Maka dia mencoba untuk menenangkannya, dan bahwa mungkin kaki palsu sebagai gantinya. Maka Afnan menjawab dengan satu kalimat: "Aku tidak memperdulikan kakiku, yang aku inginkan adalah mereka meletakkanku di dalam kuburku sementara aku dalam keadaan sempurna. " Temanku tersebut berkata: "Sesungguhnya setelah jawaban Afnan, aku merasa kecil di hadapan Afnan, Aku tidak memahami sesuatupun, seluruh pikiranku saat itu tertuju kepada bagaimana dia nanti akan hidup, sedangkan fikirannya lebih tinggi dari itu, yaitu bagaimana nanti dia akan mati."

Kamipun kembali ke Saudi setelah kami amputasi kaki Afnan, dan tiba-tiba kanker telah menyerang paru-paru!!

Keadaannya sungguh membuat putus asa, karena mereka meletakkannya di atas ranjang, dan disisinya terdapat sebuah tombol. Hanya dengan menekan tombol tersebut maka dia akan tersuntik dengan jarum bius dan jarum infus.

Di rumah sakit tidak terdengar suara adzan dan keadaannya seperti orang yang koma. Tetapi hanya dengan masuknya waktu shalat dia terbangun dari komanya, kemudian meminta air, kemudian wudhu dan shalat, tanpa ada seorangpun yang membangunkannya!!

Di hari-hari terakhir Afnan, para dokter mangabari kami bahwa tidak ada gunanya lagi ia di rumah sakit. Sehari atau dua hari lagi dia akan meninggal. Aku ingin dia menghabiskan hari-hari terakhirnya di rumah ibuku.

Di rumah, dia tidur di sebuah kamar kecil. Aku duduk di sisinya dan berbicara dengannya.

Pada suatu hari, istri pamannya datang menjenguk. Aku katakan bahwa dia berada di dalam kamar sedang tidur. Ketika dia masuk ke dalam kamar, dia terkejut kemudian menutup pintu. Akupun terkejut dan khawatir terjadi sesuatu pada Afnan. Maka aku bertanya kepadanya, tetapi dia tidak menjawab. Maka aku tidak mampu lagi menguasai diri, akupun pergi kepadanya. Saat aku membuka kamar, apa yang kulihat membuatku tercengang. Saat itu lampu dalam keadaan dimatikan, sementara wajah Afnan memancarkan cahaya di tengah kegelapan malam. Dia melihat kepadaku kemudian tersenyum.

Dia berkata: "Ummi kemarilah, aku mau menceritakan sebuah mimpi yang telah kulihat."
Kukatakan: "(Mimpi) yang baik Insya Allah. "
Dia berkata: "Aku melihat diriku sebagai pengantin di hari pernikahanku, aku mengenakan gaun berwarna putih yang lebar. Engkau dan keluargaku, kalian semua berada disekelilingku. Semuanya berbahagia dengan pernikahanku, kecuali engkau ummi."

Akupun bertanya kepadanya: "Bagaimana menurutmu tentang tafsir mimpimu tersebut."
Dia menjawab: "Aku menyangka, bahwasanya aku akan meninggal, dan mereka semua akan melupakanku, dan hidup dalam kehidupan mereka dalam keadaan berbahagia kecuali engkau ummi. Engkau terus mengingatku, dan bersedih atas perpisahanku."

Benarlah apa yang dikatakan Afnan. Aku sekarang ini, saat aku menceritakan kisah ini, aku menahan sesuatu yang membakar dari dalam diriku, setiap kali aku mengingatnya, akupun bersedih atasnya.

Pada suatu hari, aku duduk dekat dengan Afnan, aku dan ibuku. Saat itu Afnan berbaring diatas ranjangnya kemudian dia terbangun. Dia berkata: "Ummi, mendekatlah kepadaku, aku ingin menciummu." Maka diapun menciumku. Kemudian dia berkata: "Aku ingin mencium pipimu yang kedua ." Akupun mendekat kepadanya, dan dia menciumku, kemudian kembali berbaring di atas ranjangnya. Ibuku berkata kepadanya: "Afnan, ucapkanlah la ilaaha illallah."

Kemudian dia menghadapkan wajah ke arah qiblat dan berkata: "Asyhadu allaa ilaaha illallaah." Dia mengucapkannya sebanyak 10 kali. Kemudian dia berkata: "Asyhadu allaa ilaaha illallahu wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah." Dan kelurlah rohnya.

Maka kamar tempat dia meninggal di dalamnya dipenuhi oleh aroma minyak kesturi selama 4 hari. Aku tidak mampu untuk tabah, kelurgaku takut akan terjadi sesuatu terhadap diriku. Maka merekapun meminyaki kamar tersebut dengan aroma lain sehingga aku tidak bisa lagi mencium aroma Afnan. Dan tidak ada yang aku katakan kecuali alhamdulillah rabbil 'aalamin.

Sumber : syahadat.com
Read more »

Senin, 19 Desember 2011

Ketampanan Hatinya Meluluhkan Hati Gadis Cantik Nan Kaya Raya


6
email
Ilustrasi (Guntara Nugraha Adiana Poetra)

Sebuah Kisah Nyata

Pembukaan
dakwatuna.com – Sebenarnya sudah lama kisah ini ingin saya tuliskan, tapi karena rasa malas berlarut akhirnya baru sekarang niat itu muncul kembali, berawal dari beberapa kali  membaca catatan seputar dunia cinta (katanya) Islami dari para ikhwan dan akhwat yang kebenaran sumbernya masih di ragukan, bahkan dibuat menjadi mellow, mengawang ke sana kemari (membosankan), atau mungkin di ambil dari novel bernuansa religi yang ramai di tanah air, dari sinilah keinginan menulis kisah cinta yang nyata datang.

Kisah ini  diambil dari rangkaian perjalanan  sahabat saya yang mempunyai nama lengkap ‘Ibad Rahman’ (bukan nama sebenarnya) biasa disapa dengan Ibad, berasal dari Bekasi, Jawa Barat. Kita sama-sama menuntut ilmu di Mesir, dan tinggal di dalam satu Asrama Pelajar Azhar yang sama  dekat kampus tercinta, hanya saja dia lebih dahulu daripada saya 1 tahun, saya ambil jurusan Ushuluddin, sedangkan Ibad lebih memilih syari’ah Islamiyah.

Hmm….Kalau  boleh jujur, kisah sepele ini sebenarnya lebih bermakna ketimbang cerita seorang pelajar bernama azzam serta kesungguhannya dalam mencari cinta yang halal dan kebenaran yang diabadikan via novel yang sangat fenomenal di tanah air ‘’Ketika Cinta Bertasbih’’ atau  cerita dari Fakhri dalam novel ‘’Ayat-Ayat Cinta’’ yang puluhan kali dicetak ulang lalu difilmkan dan ditonton oleh 3,5 juta orang  serta berhasil terjual  lebih dari 400.000 exp. (ceritanya pun terlalu jauh dari kenyataan di tengah sahara kehidupan).

Sederhana, mudah bergaul, cerdas,  pekerja keras dengan postur tubuhnya yang tidak terlalu besar, dan pemberani, bukan juga tipe yang konfrontatif, oportunis apalagi glamour, melainkan pelajar dengan tipe realistis serta  Professional yang berorientasi pada studi saja  selama di Mesir, juga sempat mengenyam pendidikan di Universitas Teknologi Bandung, walau tidak lama, pandai dalam disiplin ilmu fisika, kimia dan sejenisnya, dialah Ibad seorang sahabat yang selalu teringat dalam benak saya sampai saat ini.

Jauh sebelum kuliah ke Mesir, sebenarnya dia ini tidak cakap berbahasa Arab bahkan tidak ada background pesantren., sebut sajalah  orang  awam dalam masalah agama, akan tetapi cinta dengan kebenaran, singkat cerita….tentunya kita pernah mendengar konflik yang terjadi di Ambon tahun 2000 pasca lengsernya rezim orde baru di tangan pemimpin partai berkuasa saat itu yang  kendaraan politiknya semakin menggelitik dan sampai sekarang masih eksis.

Entah apa alasannya…akhirnya dia memutuskan untuk ikut berjihad ke Ambon dan meninggalkan kuliahnya di ITB, saya pun sempat terbakar semangatnya ketika menyaksikan video tentang Ambon apalagi saat itu masih mesantren, tapi sayangnya semangat ini tidak sebanding lurus dengan keimanan yang masih cinta akan dunia.

Benarlah Al Qur’an menceritakan perihal orang-orang yang beriman, yaitu Allah lah yang langsung membimbing mereka, terbingkai indah dalam surat Yunus ayat 9 juz 11 :
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya [1]…………….
Bukan hanya berupa bimbingan sebagai balasan bagi orang yang  beriman dan bertaqwa, tapi juga Allah  lah  yang  senantiasa menjadi sang murabbi atau guru terbaik baginya, sesuai dengan surat Al Baqarah ayat 282 juz 3 :
…………Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Lain halnya dengan orang yang kufur dan tidak percaya akan tanda-tanda kebesarannya, Allah tidak akan membimbing mereka bahkan baginya adzab yang teramat pedih sebagai balasan.
Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah (Al Quran), Allah tidak akan memberi petunjuk kepada mereka dan bagi mereka azab yang pedih. (QS ; An Nahl ayat 104 juz 14)
Mungkin dari sinilah Allah membimbing sahabat saya untuk pergi berjihad membantu saudara seiman di tanah para syuhada Ambon sebagai awal dari datangnya hidayah kepadanya, subhanallah,…. keberaniannya membuat saya kagum sama halnya kekaguman saya kepada Rasulullah, seorang yang sederhana tapi sangat pemberani.

Anas bin Malik menuturkan, ‘’Rasulullah adalah pribadi yang paling bagus akhlaqnya paling dermawan dan paling pemberani. Suatu malam, para penduduk Madinah dikejutkan oleh datangnya suara aneh. Beberapa orang langsung menuju suara tersebut, ternyata mereka mendapati Rasulullah sudah pulang. Ternyata  beliau sudah mendahului mereka menemui suara itu.  Dengan masih mengendarai kudanya, beliau berkata, ‘’ mengapa kalian takut ? mengapa kalian takut ? itu hanya suara air laut. Yah, hanya suara air laut saja.’’ Beliau memang seorang kesatria pemberani. [2]

Akhirnya Ibad  kembali  ke Bandung setelah beberapa pekan di Ambon dengan membawa jutaan pelajaran berharga, dimana dia menyaksikan langsung kejadian demi kejadian  memilukan, beberapa kerabatnya mendapatkan  syahid di tanah Ambon.  (Mudah-mudahan Allah menerima pahala syahid mereka…Ya Robbana)
 ‘’Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup [3], tetapi kamu tidak menyadarinya’’.(QS : Al Baqarah ayat 154 juz 2).

Skenario Awal Dari Sang Sutradara Kehidupan

Takdirlah yang mempertemukan mereka (Ibad dan gadis lugu) untuk pertama kali, ketika sama-sama belajar di ITB, saat itu Ibad mengikuti orientasi mahasiswa baru jenjang S1, sedangkan gadis itu pada jenjang di atasnya yaitu S2, tidak banyak cerita yang saya dapat dari kisah pertemuan mereka, karena memang frekuensi pertemuan mereka berdua pun tidaklah banyak, sempat bertemu di tempat photocopy kampus, selirik dua lirik mereka pun saling mengenal wajah tanpa banyak komunikasi alias jarang.

Sekembalinya Ibad dari Ambon seperti yang saya ceritakan pada paragraf sebelumnya, akhirnya dengan tekad bulat dia memutuskan untuk meninggalkan  ITB, padahal kala itu kesempatan belajar ke Eropa pun ada dihadapannya, mengingat kecerdasan yang dimiliki dan kuatnya jaringan kampus, dia memilih untuk lebih memperdalam agama ketimbang  menjadi ahli fisika dan ilmu-ilmu umum lainnya yang  terlihat lebih menjanjikan di mata manusia daripada menjadi  akademisi muslim yang sangat kurang diminati masyarakat sampai-sampai getarannya  dirasakan juga oleh  keluarga saya atau mungkin keluarga Anda.

Sebagai bukti kongkret ada sedikit cerita, awalnya keluarga  tidak mendukung langkah saya pergi ke Mesir, bahkan orangtua lebih merekomendasikan saya untuk mendaftar di salah satu kampus terkenal di Sumatra Barat dan tidak perlu jauh-jauh pergi ke negeri piramida, hanya dengan sedikit kemampuan yang saya miliki untuk  melobi dan rayuan khas umumnya seorang anak kepada orangtua, akhirnya saya pun bisa mendominasi jalur pikiran mereka.

Sikap dari orangtua pun bisa saya maklum karena bedanya pola pikir kami dalam menilai Islam sebuah Esensi  dan  faktor psikologi juga mempunyai pengaruh kuat, karena lamanya mesantren yang jauh dari rumah di Depok dan hendak kembali terpisah setelah  Aliyah dengan keluarga untuk jangka waktu yang lama walau perpisahan ini hanya tuk sementara (Studi Normatif). ‘’Sambil mendoakan semoga Allah membesarkan hati mereka dan orang-orang tercinta yang saya tinggalkan  selama bertahun-tahun.’’

Awal Segala Sesuatunya untuk Ibad…. 


Ibad pun  mengikuti studi bahasa Arab di salah satu lembaga pendidikan  di Bandung yaitu Ma’had Al-Imarat yang banyak di warnai pula oleh lulusan dari Timur tengah  juga Lipia Jakarta.  Singkat cerita…..dengan modal kecintaan  pada agama, juga  negaranya, serta bekal ilmu yang didapat dari Al-Imarat walau hanya beberapa bulan, Ibad  memberanikan diri untuk mengikuti seleksi pelajar berbeasiswa ke Timur tengah yaitu Mesir yang difasilitasi oleh Kementerian Agama RI. Alhasil… keajaiban serta rahmat Allah pun datang padanya, dia masuk nominasi dan berhasil lulus dalam tahap penyeleksian dengan menggeser banyak saingan dari berbagai pondok modern terkenal yang berbasiskan dua bahasa asing (Inggris dan Arab).

………’’Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik’’. (QS : Al A’raaf  ayat 56 juz 8)

Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan.. (QS : Huud ayat 115 juz 12).

………’’ Sesungguhnya barang siapa yang bertaqwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik” (QS : Yusuf ayat 90 juz 13).

……………….Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS : An Nahl ayat 128 juz 14).

Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik.(QS : Al Kahfi ayat 30 juz 15).
 Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (QS : Al ‘Ankabuut ayat 69 juz 21).

Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS : Muhammad ayat7 juz 26)

Terlampau banyak ayat yang memuji  orang-orang baik dalam Qur’an sebagaimana banyak juga ayat yang menyentil orang-orang yang  kurang baik atau tidak baik sama sekali, paling tidak….beberapa ayat di atas bisa memberikan secuil gambaran dan menambah cakrawala baru seputar dunia Islam dan literaturnya.
Kejadian sahabat saya ini mengingatkan kita akan bukti dan janji Allah terhadap orang-orang yang tulus hatinya dalam mencintai Allah serta menjaga dan memperjuangkan agamanya dengan jiwa raga serta hartanya dengan memberinya Ilmu dan Hikmah atau menjadikannya pribadi dewasa yang tidak sembarang orang bisa mendapatkannya, sebagaimana Allah memberikannya kepada nabi Yusuf.

Dan tatkala dia cukup dewasa [4] Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. ( QS : Yusuf ayat 22 juz 12).
Juga ada kisah yang sangat menyentuh kita  perihal ketaatan  dari dua nabi Allah  (Ibrahim dan Ismail) sebagai balasan bagi hamba-hambanya yang berbuat baik, lengkapnya di surat  Ash Shaaffaat ayat 83-111 juz 23. tuk lebih jelasnya bisa dikaji secara perlahan sambil membuka tafsiran para ulama terkemuka di rumah masing-masing.

Kesan Pertama Seorang Gadis
Waktu pun bergulir seiring dengan semangat Ibad untuk lebih memperdalam agama ke negeri kinanah, konon katanya kiblat ilmu  (agama) adalah Mesir, tahun 2003 sebelum keberangkatannya, tanpa disangka-sangka setelah terakhir kali pertemuan mereka di tempat photocopy kampus dan sekian lama terpisah oleh diam, ruang, jarak, dan dinding waktu mereka dipertemukan kembali oleh Allah di bandara Soekarno-Hatta, percakapan singkat pun terjadi antara dua insan yang sama-sama sibuk dengan urusannya, ‘’ kamu mau ke mana, Tanya gadis lugu tersebut, ke Mesir jawabnya singkat’’.

Jawaban dari Ibad ternyata memberi kesan mendalam bagi sang gadis, dia membayangkan ketika mendengar kata Mesir itu ‘identik’ dengan para pelajar Islam yang bersungguh-sungguh mencari kebenaran, berharap mempunyai pendamping yang bisa membimbingnya dalam masalah agama, pendek kata komunikasi pun berlanjut dengan lebih memanfaatkan kekinian, akhirnya mereka berdua pun saling bertukar alamat email.

Begitu mendalamnya kesan gadis lugu kepada Ibad, sampai-sampai dengan semangatnya  gadis tersebut menjaga komunikasi via mail, sebenarnya Ibad lebih memilih fokus dalam belajar, akan tetapi hari demi hari, hingga sampailah dia pada tahun ke-2  di Mesir, gadis tersebut memintanya untuk menjadi pendamping….Wawww..benar-benar dahsyat sahabatku yang satu ini, ternyata bukan hanya Rasulullah yang di taksir berat oleh wanita kaya (Khadijah) karena ketulusan hatinya, manusia seperti kamu juga bisa (sambil menggelengkan kepala).

Ibad tidak lantas mengiyakan keinginan gadis  lugu tersebut. Hanya saja mengatakan kepadanya,, ‘’ oh y….jika kamu benar-benar serius, alangkah baiknya kamu datang  ke rumahku di Bekasi, kalau orang tuaku setuju…is okey. Jawab ibad, konteksnya begitu, adapun tuk redaksi aslinya bisa di kembangkan di alam pikiran para pembaca sekalian., hehe
Rupanya gadis tersebut memang naksir berat, saking beratnya, hilanglah rasa gengsi sebagai seorang perempuan yang datang ke rumah laki-laki untuk sekedar meminta restu  orangtua si laki-laki, padahal kalau kita perhatikan di zaman sekarang, jika ada lelaki yang berkata seperti Ibad, jawaban dari para gadis, ‘’emangnya cowo cuma kamu aja, yeehhhhhh’’  hehe….

Begitu kaget keluarganya di Bekasi ketika kedatangan tamu seorang gadis berparas cantik,, tampak dari wajahnya ketulusan dan kebaikan, bermaksud untuk melamar anaknya yang sedang menuntut ilmu di Mesir. Tahukah Anda …… apa yang di katakan orangtua Ibad kepadanya ketika ada seorang wanita datang tuk melamar, kurang lebih begini,’’ kamu ini gimana seh…ada wanita  cantik begini ko tidak di iyakan. Begitulah kurang lebih, hehe

Indah Pada Waktunya…
Akhirnya di tahun 2005 pulanglah sosok yang di idamkan oleh sang gadis ke tanah air  dan menikahlah dua insan yang sebenarnya sama-sama jatuh cinta, hanya saja kecintaan Ibad kepadanya sedikit tergeser dan tersembunyikan dengan semangatnya dalam mencari ilmu, untung saja gadis tersebut cerdas dan pandai membaca  keadaan.

Gadis tersebut ialah lulusan ITB yang saat ini menjadi seorang dosen di salah satu kampus ternama di Jakarta yaitu Universitas Trisakti, Anda bisa bayangkan berapa nominal materi yang di dapat jika Anda bekerja di sana, belum lagi dia aktif dalam mengisi seminar nasional dan internasional, 7 juta pun itu adalah nominal terendah, bahkan bisa belasan juta atau lebih, ditambah lagi dia berasal dari keluarga yang mampu dan tinggal di  bilangan kawasan elit Jakarta, berbeda dengan Ibad yang hanya berasal dari keluarga sederhana di Bekasi.

Sebelumnya gadis yang usianya di atas kepala 3 disaat menikahi Ibad yang baru berumur sekitar 25 tahun, terpaut perbedaan antara keduanya  lumayan jauh sekitar 10 tahun, beberapa kali menolak lamaran dari lelaki mapan lagi gagah, padahal kalau mau dibandingkan dengan Ibad, tentunya masih jauh, dia masih pelajar, masa depannya pun belum jelas, hanya bermodalkan ilmu agama dan kecintaan yang tulus kepada Tuhannya.

 Kembali lah Ibad ke Mesir untuk menyelesaikan study karena masih ada 4 semester  untuk mendapatkan gelar Lc, tapi Ibad tidak merasa sedih berlebih apalagi khawatir, karena sisa 2 tahun di Mesir  ternyata di jamin oleh pihak istri, jadinya setiap semester Ibad pulang ke tanah air untuk berbulan madu, Anda tahu….hanya orang-orang elit serta para diplomatlah yang bisa pulang pergi ke tanah air, dan yang ketiga adalah Ibad, hehe…

Dari cerita unik sampai yang mengharukan pun kami dapat dari Ibad, bercengkerama santai menjadi topik pembicaraan di asrama bersama teman-teman seperjuangan, mulai dari Ibad yang menjadi seperti direktur, karena ke mana-mana selalu istrinya yang menyetir mobil, termasuk berbulan madu ke puncak,  maklum.., karena Ibad tidak bisa menyetir mobil ketika itu, sedangkan mobil bagi istrinya adalah kendaraan pribadi yang  senantiasa menghiasi hari-harinya di kampus.

Di mata kami Ibad adalah sosok lelaki yang  penuh dengan tanggung jawab, perbedaan kondisi sosial antar dia dan istrinya menjadi bahan pertimbangan yang cukup berarti, bagaimanapun dia adalah kepala rumah tangga yang wajib menafkahi istrinya, walau kala itu dia belum berpenghasilan tetap dengan gaji yang tidak sebanding dengan istrinya, dia pun tinggal  sementara di rumah yang menurutnya terlalu mewah bersama keluarga istrinya sambil membimbing masalah agama dan mengkaji Islam secara utuh bersama keluarga barunya.

Pernah suatu ketika Ibad pun pergi berjualan perangkat kebutuhan  ibadah di sekitar masjid tidak jauh dari rumah barunya di PMI (Pondok Mertua Indah),  sampai akhirnya terlihat oleh istrinya, dibawanya dia masuk ke dalam  mobil  bermaksud  mengajaknya segera pulang dengan linangan air mata dari seorang istri yang begitu menyayanginya, tak habis pikir melihat suami berjualan seperti itu.

Entah kenapa menangis, Ibad  pun  sedikit heran dan berusaha menjelaskan bahwasanya dia ingin mencari pekerjaan yang halal walau hanya sebatas jualan kecek-kecek. Subhanallah…..
Lama sudah saya dan Ibad tidak saling menyapa, lebih dari 4 tahun, pertemuan terakhir kami di tahun 2007 sebelum dia pulang ke tanah air dengan membawa ilmu dan ijazah Azhar tentunya.
 Wahai Ibad Rahman Sahabatku…..
  Walaupun ruang, jarak, waktu menjadi dinding pemisah di antara kita, segumpal darah bernama hati dengan izin Allah takkan pernah menjadi penghalang untuk kita tetap dalam Ukhuwah Islamiyah. Semoga kenangan manis  kan terukir  nantinya.

Kebenaran Janji Allah
Kisah Ibad di atas sebenarnya sebuah Studi Normatif abad modern, karena Allah sendirilah yang menjamin orang-orang baik lagi beriman dengan kehidupan yang layak di dunia dan akhirat.
I. An Nahl ayat 97 juz 14 :
 “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.’’
 Ditekankan dalam ayat ini bahwa laki-laki atau perempuan dalam Islam mendapat pahala yang sama dan bahwa amal saleh harus disertai iman. Paling tidak ada dua point penting yang bisa kita ambil dalam ayat di atas, di antaranya :
  1. Ganjaran di dunia    : Berupa kehidupan yang layak
  2. Ganjaran di akhirat : Kompensasi dari Allah berupa pahala berlipat
II. An Nuur ayat 55 juz 18 :  
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.”
Beberapa janji Allah  sangat jelas, di antaranya :
  1. Menjadi Pemegang kepentingan. (Stakeholders)
  2. Dikuatkan agamanya (Strong in faith)
  3. Kenyamanan hidup (Comfortable in life)
Untuk mendapatkan tiga point di atas ternyata tidak terlalu sulit, hanya butuh usaha lebih, Bahkan Allah ta’ala hanya memberikan satu syarat saja setelah iman dan amal soleh yaitu.:  Menyembah Allah ta’ala tanpa menyekutukannya dengan hal apapun.

Catatan tambahan sebagai penutup
 Menuju kebahagiaan tentunya membutuhkan proses, apalagi dalam membina rumah tangga ideal atau yang biasa disebut keluarga SAMA RATA (Sakinah, Mawaddah, Penuh Rahmat dan tentunya takut sama Allah)
Pastikan kalau keduanya harus saling mencintai karena Allah sebagaimana cintanya Rasulullah dan Khadijah, Ali dan Fatimah, juga ada contoh terkini Ibad dan Istrinya, Bj. Habibie dan Hasri Ainun Besari, juga orang tua kita pun bisa sebagai contoh nyata (Insya Allah). Menikah bukanlah atas dasar  paksaan, dipaksa, atau karena ‘iba’ terhadap salah satu pihak, karena yang demikian tentunya bisa berujung pada penyesalan kelak.
Bagaimanapun para lelaki berhak untuk memilih belahan jiwanya sebagaimana para wanita juga berhak untuk menolak lamaran para lelaki yang dirasa kurang ‘’klik’’ dengannya, jika pun ingin menolak tolaklah dengan sekuat tenaga dan sepenuh hati, biarkanlah hati nurani dan akal sehat kita yang memilih dan jika pun menerima jangan lupa bersyukur sambil mengucap “Alhamdulillah yach’’ s.e.s.u.a.t.u ….hehe
Kalau sudah tercipta keluarga SAMA RATA, maka dengan mudah kita bisa berjalan di atas garis pasir pantai yang sama demi menuju negeri impian  idaman setiap insan yaitu Surga ‘Adn, bersama keluarga besar kita. Ya Robbana…..
(yaitu) syurga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; [23]  (sambil mengucapkan): “Salamun ‘alaikum bima shabartum” [5]. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.[24]. QS : Ar Ra’d  ayat 23-24 juz 13.
Catatan ringan di atas  memberikan setitik wacana kepada kita untuk memetik sebuah analisa menarik bahwa’’ Tiada yang membuat wanita solehah  meneteskan air mata bahagia melainkan melihat pujaan hatinya  (suami) takut kepada Allah’’. Wallahu a’lam….
 Saya cukupkan  cerita singkat ini dengan sama-sama bermunajat “Mudah-mudahan kita semua bisa menjadi pribadi yang tidak hanya soleh/solehah saja yang bersifat personal tapi juga menjadi  pribadi muslih / muslihah yang kolektif. Ya Robbana…..”
Sekarang… pertanyaan dari saya adalah:
  1. Tahukah Anda siapa Ibad Rahman?
  2. Lalu seperti apa kepribadian detailnya?
  3. Apa kelebihannya dibanding hamba Allah yang lain?
  4. dan bisakah kita menjadi sosok seperti yang saya tanyakan?
‘’Jawabannya ada di Surat  Al Furqaan ayat 61-77 juz 19’’ (jangan lupa yah… baca teks Arabnya juga, selamat mengkaji,  insya Allah khair).

 Catatan Kaki:
[1]. Maksudnya: diberi petunjuk oleh Allah untuk mengerjakan amal-amal yang menyampaikan surga.
[2]. Diriwayatkan oleh Muslim dalam shahih-nya IV : 1802.
[3]. Yaitu hidup dalam alam yang lain yang bukan alam kita ini, di mana mereka mendapat kenikmatan kenikmatan di sisi Allah, dan hanya Allah sajalah yang mengetahui bagaimana keadaan hidup itu.
[4]. Nabi Yusuf mencapai umur antara 30 – 40 tahun.
[5]. Artinya: keselamatan atasmu berkat kesabaranmu
Read more »

Selasa, 06 Desember 2011

Penghafal Al-quran Ditakuti Orang Israel

Artikel Dr Stephen Carr Leon patut menjadi renungan bersama. Stephen menulis dari pengamatan langsung. Setelah berada 3 tahun di Israel karena menjalani housemanship dibeberapa rumah sakit di sana. Dirinya melihat ada beberapa hal yang menarik yang dapat ditarik sebagai bahan tesisnya, yaitu, “Mengapa Yahudi Pintar?”
Ketika tahun kedua, akhir bulan Desember 1980, Stephen sedang menghitung hari untuk pulang ke California, terlintas di benaknya, apa sebabnya Yahudi begitu pintar? Kenapa tuhan memberi kelebihan kepada mereka? Apakah ini suatu kebetulan? Atau hasil usaha sendiri?
Maka Stephen tergerak membuat tesis untuk Phd-nya. Sekadar untuk Anda ketahui, tesis ini memakan waktu hampir delapan tahun. Karena harus mengumpulkan data-data yang setepat mungkin. Marilah kita mulai dengan persiapan awal melahirkan. Di Israel, setelah mengetahui sang ibu sedang mengandung, sang ibu akan sering menyanyi dan bermain piano. Si ibu dan bapak akan membeli buku matematika dan menyelesaikan soal bersama suami.
Stephen sungguh heran karena temannya yang mengandung sering membawa buku matematika dan bertanya beberapa soal yang tak dapat diselesaikan. Kebetulan Stephen suka matematika. Stephen bertanya,
“Apakah ini untuk anak kamu?”
Dia menjawab,
“Iya, ini untuk anak saya yang masih di kandungan, saya sedang melatih otaknya, semoga ia menjadi jenius.”
Hal ini membuat Stephen tertarik untuk mengikut terus perkembangannya. Kembali ke matematika tadi, tanpa merasa jenuh si calon ibu mengerjakan latihan matematika sampai genap melahirkan.
Hal lain yang Stephen perhatikan adalah cara makan. Sejak awal mengandung dia suka sekali memakan kacang badam dan korma bersama susu. Tengah hari makanan utamanya roti dan ikan tanpa kepala bersama salad yang dicampur dengan badam dan berbagai jenis kacang-kacangan.
Menurut wanita Yahudi itu, daging ikan sungguh baik untuk perkembangan otak dan kepala ikan mengandungi kimia yang tidak baik yang dapat merusak perkembangan dan penumbuhan otak anak didalam kandungan. Ini adalah adat orang orang Yahudi ketika mengandung. menjadi semacam kewajiban untuk ibu yang sedang mengandung mengonsumsi pil minyak ikan.
Ketika diundang untuk makan malam bersama orang orang Yahudi. Begitu Stephen menceritakan,
“Perhatian utama saya adalah menu mereka. Pada setiap undangan yang sama saya perhatikan, mereka gemar sekali memakan ikan (hanya isi atau fillet),”
ungkapnya.
Biasanya kalau sudah ada ikan, tidak ada daging. Ikan dan daging tidak ada bersama di satu meja. Menurut keluarga Yahudi, campuran daging dan ikan tak bagus dimakan bersama. Salad dan kacang, harus, terutama kacang badam.
Uniknya, mereka akan makan buah buahan dahulu sebelum hidangan utama. Jangan terperanjat jika Anda diundang ke rumah Yahudi Anda akan dihidangkan buah buahan dahulu. Menurut mereka, dengan memakan hidangan kabohidrat (nasi atau roti) dahulu kemudian buah buahan, ini akan menyebabkan kita merasa ngantuk.Akibatnya lemah dan payah untuk memahami pelajaran di sekolah.
Di Israel, merokok adalah tabu, apabila Anda diundang makan dirumah Yahudi, jangan sekali kali merokok. Tanpa sungkan mereka akan menyuruh Anda keluar dari rumah mereka. Menyuruh Anda merokok di luar rumah mereka.
Menurut ilmuwan di Universitas Israel, penelitian menunjukkan nikotin dapat merusakkan sel utama pada otak manusia dan akan melekat pada gen. Artinya, keturunan perokok bakal membawa generasi yang cacat otak ( bodoh). Suatu penemuan yang dari saintis gen dan DNA Israel.
Perhatian Stephen selanjutnya adalah mengunjungi anak-anak Yahudi. Mereka sangat memperhatikan makanan, makanan awal adalah buah buahan bersama kacang badam, diikuti dengan menelan pil minyak ikan (code oil lever).
Dalam pengamatan Stephen, anak-anak Yahudi sungguh cerdas. Rata rata mereka memahami tiga bahasa, Hebrew, Arab dan Inggris. Sejak kecil mereka telah dilatih bermain piano dan biola. Ini adalah suatu kewajiban.
Menurut mereka bermain musik dan memahami not dapat meningkatkan IQ. Sudah tentu bakal menjadikan anak pintar.
Ini menurut saintis Yahudi, hentakan musik dapat merangsang otak. Tak heran banyak pakar musik dari kaum Yahudi. Seterusnya di kelas 1 hingga 6, anak anak Yahudi akan diajar matematika berbasis perniagaan. Pelajaran IPA sangat diutamakan. Di dalam pengamatan Stephen,
“Perbandingan dengan anak anak di California, dalam tingkat IQ-nya bisa saya katakan 6 tahun kebelakang!! !” katanya.
Segala pelajaran akan dengan mudah di tangkap oleh anak Yahudi. Selain dari pelajaran tadi olahraga juga menjadi kewajiban bagi mereka. Olahraga yang diutamakan adalah memanah, menembak dan berlari. Menurut teman Yahudi-nya Stephen, memanah dan menembak dapat melatih otak fokus. Disamping itu menembak bagian dari persiapan untuk membela negara.
Selanjutnya perhatian Stephen ke sekolah tinggi (menengah). Di sini murid-murid digojlok dengan pelajaran sains. Mereka didorong untuk menciptakan produk. Meski proyek mereka kadangkala kelihatannya lucu dan memboroskan, tetap diteliti dengan serius. Apa lagi kalau yang diteliti itu berupa senjata, medis dan teknik. Ide itu akan dibawa ke jenjang lebih tinggi.
Satu lagi yg di beri keutamaan ialah fakultas ekonomi. Saya sungguh terperanjat melihat mereka begitu agresif dan seriusnya mereka belajar ekonomi. Diakhir tahun diuniversitas, mahasiswa diharuskan mengerjakan proyek. Mereka harus memperaktekkanya. Anda hanya akan lulus jika team Anda (10 pelajar setiap kumpulan) dapat keuntungan sebanyak $US 1 juta!
Anda terperanjat?
Itulah kenyataannya.
Kesimpulan pada teori Stephen adalah, melahirkan anak dan keturunan yang cerdas adalah keharusan. Tentunya bukan perkara yang bisa diselesaikan semalaman. Perlu proses, melewati beberapa generasi mungkin?

Mengapa Israel mengincar anak-anak Palestina.?
Kabar lain tentang bagaimana pendidikan anak adalah dari saudara kita di Palestina. Mengapa Israel mengincar anak-anak Palestina. Terjawab sudah mengapa agresi militer Israel yang biadab dari 27 Desember 2008 kemarin memfokuskan diri pada pembantaian anak-anak Palestina di Jalur Gaza.
Seperti yang kita ketahui, setelah lewat tiga minggu, jumlah korban tewas akibat holocaust itu sudah mencapai lebih dari 1300 orang lebih. Hampir setengah darinya adalah anak-anak.
Selain karena memang tabiat Yahudi yang tidak punya nurani, target anak-anak bukanlah kebetulan belaka. Sebulan lalu, sesuai Ramadhan 1429 Hijriah, Ismali Haniya, pemimpin Hamas, melantik sekitar 3500 anak-anak Palestina yang sudah hafidz al-Quran.
Anak-anak yang sudah hafal 30 juz Alquran ini menjadi sumber ketakutan Zionis Yahudi. “Jika dalam usia semuda itu mereka sudah menguasai Alquran, bayangkan 20 tahun lagi mereka akan jadi seperti apa?” demikian pemikiran yang berkembang di pikiran orang-orang Yahudi..
Tidak heran jika-anak Palestina menjadi para penghafal Alquran. Kondisi Gaza yang diblokade dari segala arah oleh Israel menjadikan mereka terus intens berinteraksi dengan al-Qur’an. Tak ada main Play Station atau game bagi mereka. Namun kondisi itu memacu mereka untuk menjadi para penghafal yang masih begitu belia. Kini, karena ketakutan sang penjajah, sekitar 500 bocah penghafal Quran itu telah syahid.
Perang panjang dengan Yahudi akan berlanjut entah sampai berapa generasi lagi. Ini cuma masalah giliran. Sekarang Palestina dan besok bisa jadi Indonesia. Bagaimana perbandingan perhatian pemerintah Indonesia dalam membina generasi penerus dibanding dengan negara tetangganya.
Ambil contoh tetangga kita yang terdekat adalah Singapura. Contoh yang penulis ambil sederhana saja, Rokok. Singapura selain menerapkan aturan yang ketat tentang rokok, juga harganya sangat mahal.
Benarkah merokok dapat melahirkan generasi “Goblok!” kata Goblok bukan dari penulis, tapi kata itu sendiri dari Stephen Carr Leon sendiri. Dia sudah menemui beberapa bukti menyokong teori ini.
“Lihat saja Indonesia,”
katanya seperti dalam tulisan itu.  Jika Anda ke Jakarta, di mana saja Anda berada, dari restoran, teater, kebun bunga hingga ke musium, hidung Anda akan segera mencium bau asak rokok! Berapa harga rokok? Cuma US$ .70cts !!!
“Hasilnya? Dengan penduduknya berjumlah jutaan orang berapa banyak universitas? Hasil apakah yang dapat dibanggakan? Teknologi? Jauh sekali. Adakah mereka dapat berbahasa selain dari bahasa mereka sendiri? Mengapa mereka begitu sukar sekali menguasai bahasa Inggris? Ditangga berapakah kedudukan mereka di pertandingan matematika sedunia?
Apakah ini bukan akibat merokok? Anda fikirlah sendiri?”
SEBUAH BAHAN RENUNGAN BAGI KITA SEMUA. SEMOGA KITA SADAR APA YANG TELAH , SEDANG DAN KE DEPAN YANG AKAN KITA LAKUKAN….
sumber : sabili
Read more »

Bob Willen : Kisah Penyandang Cacat Yang Pantang Menyerah



Lomba marathon internasional 1986 di New York diikuti ribuan pelari dari seluruh dunia. Lomba ini berjarak 42 km. mengelilingi kota New York. Jutaan orang di seluruh dunia menyaksikan acara ini melalui televisi secara langsung.

Ada satu orang peserta yang menjadi pusat perhatian di lomba tersebut, yaitu Bob Willen. Bob seorang veteran perang Vietnam. Ia kehilangan kedua kakinya karena terkena ranjau saat perang. Untuk berlari, Bob menggunakan kedua tangannya untuk melemparkan badannya kedepan.

Lomba pun dimulai. Ribuan orang mulai berlari secepat mungkin ke garis finish. Wajah mereka menunjukkan semangat yang kuat. Para penonton terus bertepuk tangan mendukung para pelari. 5 km telah berlalu.

Beberapa peserta mulai kelelahan, mulai berjalan kaki. 10 km berlalu. Saat ini mulai nampak siapa yang mempersiapkan diri dengan baik, dan siapa yang hanya sekedar ikut untuk iseng-2. Beberapa yang kelelahan memutuskan untuk berhenti dan naik ke bis panitia.

Sementara hampir seluruh peserta telah berada di kilometer ke-5 hingga ke-10, Bob Willen masih berada di urutan paling belakang, baru saja menyelesaikan kilometernya yang pertama. Bob berhenti sejenak, membuka kedua sarung tangannya yang sudah koyak, menggantinya dengan yang baru, dan kemudian kembali berlari dengan melempar-lemparkan tubuhnya kedepan dengan kedua tangannya.

Ayah Bob yang berada bersama ribuan penonton lainnya tak henti-hentinya berseru “Ayo Bob! Ayo Bob ! Berlarilah terus”. Karena keterbatasan fisiknya, Bob hanya mampu berlari sejauh 10 km dalam satu hari. Di malam hari, Bob tidur di dalam sleeping bag yang telah disiapkan oleh panitia yang mengikutinya.

Empat hari telah berlalu, dan kini adalah hari kelima bagi Bob Willen. Tinggal dua kilometer lagi yang harus ditempuh. Hingga suatu saat, hanya tinggal 100 meter lagi dari garis finish, Bob jatuh terguling. Kekuatannya mulai habis. Bob perlahan-2 bangkit dan membuka kedua sarung tangannya. Nampak di sana tangan Bob sudah berdarah-darah. Dokter yang mendampinginya sejenak memeriksanya, dan mengatakan bahwa kondisi Bob sudah parah, bukan karena luka di tangannya saja, namun lebih ke arah kondisi jantung dan pernafasannya.

Sejenak Bob memejamkan mata. Dan di tengah2 gemuruh suara penonton yang mendukungnya, samar-samar Bob dapat mendengar suara ayahnya yang berteriak “Ayo Bob, bangkit ! Selesaikan apa yang telah kamu mulai. Buka matamu, dan tegakkan badanmu.

Lihatlah ke depan, garis finish telah di depan mata. Cepat bangun ! Jangan menyerah! Cepat bangkit !!!”
Perlahan Bob mulai membuka matanya kembali. Garis finish sudah dekat. Semangat membara lagi di dalam dirinya, dan tanpa sarung tangan, Bob melompat- lompat ke depan. Dan satu lompatan terakhir dari Bob membuat tubuhnya melampaui garis finish. Saat itu meledaklah gemuruh dari para penonton yang berada di tempat itu. Bob bukan saja telah menyelesaikan perlombaan itu, Bob bahkan tercatat di Guiness Book of Record sebagai satu-satunya orang cacat yang berhasil menyelesaikan lari marathon.

Di hadapan puluhan wartawan yang menemuinya, Bob berkata “SAYA BUKAN ORANG HEBAT. ANDA TAHU SAYA TDAK PUNYA KAKI LAGI. SAYA HANYA MENYELESAIKAN APA YANG TELAH SAYA MULAI. SAYA HANYA MENCAPAI APA YANG TELAH SAYA INGINKAN. KEBAHAGIAAN SAYA DAPATKAN ADALAH DARI PROSES UNTUK MENDAPATKANNYA. SELAMA LOMBA, FISIK SAYA MENURUN DRASTIS. TANGAN SAYA SUDAH HANCUR BERDARAH-DARAH. TAPI RASA SAKIT DI HATI SAYA TERJADI BUKAN KARENA LUKA ITU, TAPI KETIKA SAYA MEMALINGKAN WAJAH SAYA DARI GARIS FINISH. JADI SAYA KEMBALI FOKUS UNTUK MENATAP GOAL SAYA. SAYA RASA TIDAK ADA ORANG YANG AKAN GAGAL DALAM LARI MARATHON INI. TIDAK MASALAH ANDA AKAN MENCAPAINYA DALAM BERAPA LAMA, ASAL ANDA TERUS BERLARI. ANDA DISEBUT GAGAL BILA ANDA BERHENTI. JADI, JANGANLAH BERHENTI SEBELUM TUJUAN ANDA TELAH TERCAPAI”

*****

Sumber: http://ceritainspirasi-arif.blogspot.com
Read more »

Rabu, 23 November 2011

Mampukah Kita Mencintai Istri Kita Tanpa Syarat?

Eko Pratomo Suyatno, namanya sering muncul di koran, televisi, di buku-buku investasi dan keuangan. Dialah salah seorang dibalik kemajuan industri Reksadana di Indonesia dan juga direktur dari Fortis Asset Management yang sangat terkenal di kalangan Pasar Modal dan Investment.
Dalam posisinya seperti sekarang ini, boleh jadi kita beranggapan bahwa pria ini pasti super sibuk dengan segudang jadwal padat. Tapi dalam note ini saya tidak akan menyoroti kesuksesan beliau sebagai eksekutif. Karena ada sisi kesehariannya yang luar biasa! Usianya sudah tidak terbilang muda lagi, 60 tahun. Orang bilang sudah senja bahkan sudah mendekati malam, tapi Pak Suyatno masih bersemangat merawat istrinya yang sedang sakit. Mereka menikah sudah lebih 32 tahun. Dikaruniai 4 orang anak.
Dari isinilah awal cobaan itu menerpa, saat istrinya melahirkan anak yang ke empat. Tiba-tiba kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan. Hal itu terjadi selama 2 tahun, menginjak tahun ke tiga seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang, lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi.
Setiap hari sebelum berangkat kerja Pak Suyatno selalu sendirian memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi dan mengangkat istrinya ke tempat tidur. Dia letakkan istrinya di depan TV agar istrinya tidak merasa kesepian. Walau istrinya sudah tidak dapat bicara tapi selalu terlihat senyum. Untunglah tempat berkantor Pak Suyatno tidak terlalu jauh dari kediamannya, sehingga siang hari dapat pulang untuk menyuapi istrinya makan siang.
Sorenya adalah jadwal memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa saja yg dia alami seharian. Walaupun istrinya hanya bisa menanggapi lewat tatapan matanya, namun begitu bagi Pak Suyatno sudah cukup menyenangkan. Bahkan terkadang diselingi dengan menggoda istrinya setiap berangkat tidur. Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun. Dengan penuh kesabaran dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke 4 buah hati mereka. Sekarang anak- anak mereka sudah dewasa, tinggal si bungsu yang masih kuliah.
Pada suatu hari saat seluruh anaknya berkumpul di rumah menjenguk ibunya– karena setelah anak-anak mereka menikah dan tinggal bersama keluarga masing-masing– Pak Suyatno memutuskan dirinyalah yang merawat ibu mereka karena yang dia inginkan hanya satu ‘agar semua anaknya dapat berhasil’.
Dengan kalimat yang cukup hati-hati, anak yang sulung berkata:
Pak kami ingin sekali merawat ibu, semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak……bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu.” Sambil air mata si sulung berlinang.
Sudah keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya, kapan bapak menikmati masa tua bapak, dengan berkorban seperti ini, kami sudah tidak tega melihat bapak, kami janji akan merawat ibu sebaik-baik secara bergantian”. Si Sulung melanjutkan permohonannya.
Anak-anakku. Jikalau perkawinan dan hidup di dunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah lagi, tapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian di sampingku itu sudah lebih dari cukup,dia telah melahirkan kalian *sejenak kerongkongannya tersekat* kalian yang selalu kurindukan hadir di dunia ini dengan penuh cinta yang tidak satupun dapat dihargai dengan apapun. Coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaanya seperti ini? Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya seperti sekarang, kalian menginginkan bapak yang masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan ibumu yang masih sakit.” Pak Suyatno menjawab hal yang sama sekali tidak diduga anak-anaknya
Sejenak meledaklah tangis anak-anak Pak Suyatno, merekapun melihat butiran-butiran kecil jatuh di pelupuk mata Ibu Suyatno, dengan pilu ditatapnya mata suami yang sangat dicintainya itu.
Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada Pak Suyatno kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat Istrinya yg sudah tidak bisa apa-apa….disaat itulah meledak tangisnya dengan tamu yang hadir di studio kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru.
Disitulah Pak Suyatno bercerita : “Jika manusia di dunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian itu adalah kesia-siaan. Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan bathinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 anak yang lucu-lucu..Sekarang saat dia sakit karena berkorban untuk cinta kami bersama dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. Sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit.” Sambil menangis
Setiap malam saya bersujud dan menangis dan saya hanya dapat bercerita kepada Allah di atas sajadah  dan saya yakin hanya kepada Allah saya percaya untuk menyimpan dan mendengar rahasia saya BAHWA CINTA SAYA KEPADA ISTRI, SAYA SERAHKAN SEPENUHNYA KEPADA ALLAH”.
Read more »

 
Cheap Web Hosting | Top Web Hosts | Great HTML Templates from easytemplates.com.